Rajawali1news.com – Di era digital saat ini, banyak generasi muda khususnya Gen Z yang cenderung overthinking. Ketika media sosial terus menampilkan kehidupan orang lain yang tampak sempurna, mereka seringkali merasa cemas dan tidak puas dengan diri mereka sendiri, bahkan seringkali khawatir dengan ketidakpastian.
Susan Nolen-Hoeksema (2003), menyebutkan bahwa Overthinking adalah proses berpikir terus-menerus tentang masalah atau pikiran negatif tanpa menemukan solusi. Jika dibiarkan, overthinking dapat membuat seseorang merasa terjebak dan meningkatkan risiko kecemasan dan depresi. Dalam beberapa kasus, overthinking atau rasa cemas yang berlebihan ini bisa membuat seseorang merasa putus asa dan berpikir bahwa satu-satunya cara mengatasi rasa sakit adalah mengakhiri hidup.
Menurut data dari Databoks, generasi Z diketahui lebih banyak merasa cemas dan stres jika dibandingkan generasi sebelumnya. Sebanyak 40% diantaranya merasa cukup khawatir, 23,3% merasa khawatir, dan 5% merasa sangat khawatir. Media sosial adalah salah satu penyebab utama kecemasan ini.
Overthinking juga dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor seperti kecenderungan menganalisis situasi secara berlebihan, menyebabkan orang terjebak dalam pemikiran yang tidak produktif dan terus-menerus mempertimbangkan berbagai kemungkinan dalam setiap keputusan. Takut mengambil keputusan yang salah atau pengalaman traumatis di masa lalu juga menyebabkan siklus pemikiran negatif.
Overthinking sendiri memiliki beberapa jenis, yaitu memikirkan kejadian masa lalu secara berulang, seperti menyesali keputusan yang telah dibuat, dan khawatir berlebihan tentang masa depan dengan membayangkan kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Ada pula overthinking berupa analisis berlebihan sebelum mengambil keputusan, yang sering kali menghambat tindakan cepat. Selain itu, beberapa orang terlalu memikirkan perkataan atau tindakan yang sudah terjadi, merasa khawatir tentang pandangan orang lain terhadap mereka. Overthinking juga bisa berupa fokus pada kekhawatiran yang di luar kendali, seperti peristiwa besar atau keputusan orang lain yang sebenarnya tidak dapat mereka ubah.
Overthinking memiliki banyak dampak baik bagi diri sendiri maupun hubungan sosial, seperti :
Dapat mengurangi kepercayaan diri
Kecurigaan tinggi pada orang lain
Terganggunya kesehatan fisik maupun mental
Pola tidur dan nafsu makan terganggu
Menurunnya konsentrasi
Mood seseorang akan cenderung kurang stabil.
Overthinking benar-benar dapat membuat seseorang terlalu larut dalam pikirannya sehingga tak jarang dapat membuat seseorang melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Belum lama terjadi, dilansir dari InewsJabar.id aksi bunuh diri yang cukup menggemparkan publik tersebar di media sosial. Seorang guru berinisial DY melakukan aksi bunuh diri di flyover Cimindi. Sebelumnya, ia menuliskan perjalanan hidupnya di bio Instagram, mengisahkan diskriminasi yang dialaminya sejak kecil. Ia tumbuh di lingkungan yang kurang ramah dan mengalami diskriminasi agama, ekonomi, serta perlakuan buruk di sekolah.
DY mengalami overthinking yang mencerminkan situasi stres sesuai teori Lazarus dan Folkman (1984), dimana stres muncul ketika tuntutan lingkungan melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya. Diskriminasi dan kesepian sejak kecil menciptakan penilaian negatif terhadap lingkungan, yang dianggap sebagai ancaman. Kehilangan dukungan sosial setelah lulus memperburuk rasa kesepiannya. DY menggunakan coping yang berfokus pada emosi (emotion-focused coping) dengan memendam perasaan tanpa mencari solusi efektif. Akibatnya, tekanan psikologisnya meningkat, overthinking bertambah parah, dan pandangannya terhadap kehidupan semakin negatif, hingga mendorong tindakan ekstrem seperti bunuh diri.
Maka, berikut cara-cara mudah untuk mengatasi overthinking bagi Gen Z.
Pertama, latihan mindfulness seperti meditasi dan pernapasan bisa membantu kita fokus pada saat ini dan menenangkan pikiran.
Kedua, kurangi waktu di media sosial agar kita tidak terlalu membandingkan diri dengan orang lain dan merasa kurang percaya diri.
Ketiga, bicarakan perasaan dengan teman atau keluarga yang bisa memberi dukungan dan membuat kita merasa lebih ringan.
Terakhir, coba pertimbangkan terapi seperti CBT (Cognitive Behavioral Therapy), yang dapat membantu kita mengenali pola pikir negatif yang sering memicu overthinking. Melalui CBT, kita dapat belajar untuk mengidentifikasi dan mengganti pola pikir tidak sehat dengan pandangan yang lebih realistis, sehingga mengurangi kecenderungan untuk terlalu larut dalam pikiran.
Pada akhirnya, kita perlu sadar akan setiap pemikiran kita. Seperti pepatah mengatakan “Hidup kita adalah ciptaan pikiran kita” . Maka daripada itu, pikirkanlah yang positif agar dampaknya baik bagi hidupmu dan orang di sekelilingmu. Mari bersama menciptakan lingkungan yang lebih peduli, terbuka, dan mendukung demi generasi yang lebih bahagia, sehat, dan berdaya. (Sanki W)
Tidak ada komentar